MASALAH AGRARIA DAN KEMISKINANPEDESAAN
DITULIS OLEH
VIANDOKEND
|
CIPAYUNG ,SABTU
02 JUNE
2012 (01.42)
|
Jutaan
orang yang mendiami daerah pedesaan memiliki seribu satu masalah dalam
kehidupan. Masalah pertama dan paling utama yang ingin kita tunjukkan di sini
adalah masalah mendapatkan pekerjaan. Penyediaan pekerjaan layak bagi
masyarakat miskin pedesaan sepanjang tahun -- entah mungkin dari tanah
pertanian atau dari jenis pekerjaan lain -- merupakan hal yang paling
menonjol yang dihadapi dalam kehidupan pedesaan. Kita tahu bahwa
pendistribusian tanah adalah hal yang penting, tetapi ini bukanlah masalah
utama. Karena mengingat jumlah minimum tanah yang harus dialokasikan untuk
sebuah keluarga -- untuk bisa bertahan hidup dan memenuhi biaya lain -- ada kelangkaan
lahan yang dibutuhkan untuk distribusi di antara seluruh penduduk desa di
Indonesia hari ini. Artinya penyelesaian masalah pedesaan saat ini adalah
bukan dengan hanya melakukan tugas mendistribusikan tanah kepada massa
pedesaan tetapi juga mengakhiri kemiskinan dari buruh tani, petani tak
bertanah dan miskin di desa-desa. Ini tidak berarti bahwa dengan menyatakan
ini kita mengabaikan kebutuhan atau mencoba untuk meremehkan pentingnya
mendukung gerakan petani yang menyerukan pemulihan dan pendistribusian tanah
di antara buruh tani, petani tak bertanah dan miskin.
Pada
tahun 1963, dengan penduduk kurang lebih 66 juta jiwa, diperkirakan tanah
untuk menghidupi keluarga petani, sekitar 1 bau atau sekitar 0,71 hektar.
Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya harga,
kebutuhan akan tanahpun meningkat, diiringi dengan meningkatnya jumlah
pekerjaan yang dibutuhkan. Apa yang terjadi kemudian ketika mereka tidak
mampu mendapatkan pekerjaan di desa? Mereka harus meninggalkan desa dan pindah
ke kota, berkerumun untuk mencari pekerjaan sebagai buruh. Dengan demikian,
mendistribusikan tanah tidak dapat dengan sendirinya menyelamatkan petani.
Kita
akan menganalisa lebih jauh permasalahan ini, bahwa mendistribusikan tanah
tidak pula menyelesaikan masalah dari buruh tani, petani tak bertanah dan
miskin. Pertama, seperti tersebut di atas, melaksanakan tugas distribusi
tanah tidak akan membuat tanah tersedia bagi semua buruh tani, petani tak
bertanah, dan miskin. Kedua, mereka mendapatkan tanah tetapi mereka tidak
bisa terus berpegang terhadap tanah yang dimilikinya. Karena, seperti yang
kita tahu, anggota setiap keluarga terus meningkat dalam jumlah, tetapi tanah
tidak tumbuh dalam ukuran. Katakanlah, Si A adalah seorang petani dan Si A
sudah mendapatkan 1 hektar tanah. Mungkin sebagian dari kita berpikir bisa
mengelola rumah tangga dengan ini. Namun keluarga Si A mempunyai lima anak,
atau bila sesuai norma yang ditentukan oleh pemerintah, maka Si A memiliki
katakanlah dua anak. Setelah menikah, setiap anak kebagian hanya 0.5 hektar,
dan seterusnya setelah mereka punya anak juga.
Meskipun
petani menerima, katakanlah 1 bau, yang dapat memecahkan masalah hidup
mereka, tidak lantas mereka terus bertahan. Jika anak dari keluarga tidak
memiliki pekerjaan lain dan petani tidak dapat menambah lebih banyak lahan
miliknya -- tentunya dengan bersaing dengan petani-petani lainnya -- ia akan
terpaksa menggadaikan tanahnya pada saat-saat sulit: sakit, upacara
pernikahan, dan lain-lain. Lalu ia pun akan bergabung dengan barisan petani
tak bertanah. Ini adalah kejadian yang tak terelakkan dalam ekonomi kapitalis
pedesaan di negara terbelakang seperti kita.
Perkotaan
pun sudah penuh dengan barikade-barikade pengangguran. Angka penganguran dan
semi-bekerja melonjak. Di bawah kapitalisme, setiap upaya mekanisasi
pertanian, yaitu memodernisasi pertanian dengan traktor dan mesin, akan
melemparkan jutaan orang di desa-desa keluar dari pekerjaan dengan sekali
pukul. Dengan masalah pengangguran yang sudah begitu parah, kapitalisme tidak
dapat melakukan tugas modernisasi pertanian tanpa menciptakan gejolak ekonomi
dan sosial yang besar. Oleh karena itu, dengan tatanan sistem ekonomi
kapitalis dan mesin negaranya yang ada hari ini, jalan ini tidak dapat
mengarah pada solusi dari permasalahan. Dari sudut ini dapat dilihat bahwa
penyelesaian tugas revolusi agraria di negara kita terikat kuat dengan tugas
mencapai revolusi sosialis.
Dengan
berbekal hanya medistribusikan tanah saja, penderitaan di dalam kehidupan
pedesaan tidak dapat berakhir dan petani tidak dapat bertahan hidup. Kecuali
ada kepastian kerja untuk setiap individu dari keluarga petani miskin di
desa. Menyediakan lapangan kerja adalah masalah dasar yang dihadapi kehidupan
pedesaan hari ini. Jadi, tidak diragukan lagi, distribusi tanah secara merata
merupakan masalah penting dari gerakan petani tapi bukan masalah yang pokok.
Dan isu penting dari gerakan petani adalah bagaimana mengembangkan ekonomi
pedesaaan melalui mekanisasi dan modernisasi pertanian serta berdampingan membuka
jalan menuju industrialisasi dalam rangka memberikan pekerjaan kepada setiap
insan di pedesaan.
Sekarang
pertanyaannya adalah: bagaimana memberikan pekerjaan kepada setiap individu
di desa? Siapa yang akan dan dapat menyediakan ini? Satu-satunya cara untuk
menciptakan lapangan pekerjaan adalah dengan membuka jalan menuju
industrialisasi yang berkelanjutan. Pabrik-pabrik dapat dibangun dan
pengembangan industri bisa berjalan tanpa hambatan. Dengan kata lain, bila
jalan menuju industrialisasi skala-penuh bisa dibuka, maka upaya bersama bisa
terus berjalan dalam ekonomi pertanian untuk mekanisasi dan modernisasi.
Industri pendukung dan pembantu dalam ekonomi pertanian bisa mulai berkembang
di daerah pedesaan, dan membuat pertumbuhan yang cepat dalam produksi
pertanian dan menyerap pengangguran di desa. Penampilan desa secara radikal
akan berubah. Namun kita tahu bahwa industrialisasi dan penyediaan lapangan
pekerjaan tidak dapat terlaksanakan dalam batasan kapitalisme. Bila di
pekotaan saja, yang merupakan pusat dari ekonomi kapitalis, lapangan
pekerjaan yang memadai tidak dapat disediakan, apalagi di pedesaan. Belum
lagi krisis ekonomi dunia baru-baru ini telah menghancurkan ratusan juta
lapangan pekerjaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dalam
situasi ini, kebutuhan negara terbelakang seperti kita adalah untuk melakukan
industrialisasi dengan inisiatif yang selalu baru sehingga dapat menyerap
tenaga pengangguran. Sekarang, industrialisasi kita berjalan dengan motifnya
mendapatkan keuntungan maksimum atas dasar hubungan produksi kapitalis, dan
berdiri sebagai hambatan utama kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, selama
sistem ini tidak dihapus, kita tidak dapat menyelesaikan tugas revolusi
agraria -- yang berarti memodernisasi pertanian dan menyediakan lapangan
kerja untuk penduduk pedesaan secara menyeluruh. Untuk menyelesaikan masalah
dasar dari kehidupan pedesaan dan mewujudkan pembangunan industri secara
sosialis, kita perlu mengakhiri sistem ekonomi saat ini, yakni sistem
kapitalis. Kekuasaan buruh dan tani harus didirikan dan mengganti
sistem kapitalis dengan sistem sosialisme.
Tetapi
di antara gerakan kiri Indonesia, ada yang mengatakan bahwa perjuangan utama
di Indonesia hari ini adalah menentang kapital monopoli dan feodalisme. Mari
kita menelisik lebih jauh apa yang dimaksud anti kapital monopoli dan
feodalisme dalam perjuanganya di negara kapitalis Indonesia sekarang.
Kapitalisme
secara keseluruhan hidup dari ekploitasi rakyat pekerja. Gerakan kiri di
Indonesia yang menentang kapital monopoli dan feodalisme menempatkan tanggung
jawab ekploitasi kelas kapitalis secara keseluruhan ini pada segelintir
kapitalis monopoli. Alih-alih berdiri mengambil sikap menggulingkan negara
kapitalis secara keseluruhan, mereka menyembunyikan karakter dari eksploitasi
kapitalis itu sendiri. Kapitalisme monopoli hanyalah bentuk dari kapitalisme
itu sendiri. Ia adalah tahapan tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Jika
mereka-mereka ini tidak memiliki program revolusi sosialis, maka semua tugas
mereka memerangi kapital monopoli adalah slogan kosong. Mereka mencoba
melindungi kelas borjuis secara keseluruhan dari rakyat pekerja dengan
menggeser tanggungjawab dari semua kelakuan buruk dari borjuasi secara
keseluruhan ke pundak beberapa kapitalis monopoli.
Sedikit
refleksi juga mengungkapkan bahwa slogan dari pihak anti feodalisme tidak
lebih dari sebuah slogan kosong. Apapun bentuk kapitalisme di negara kita,
bagaimanapun keterbelakangannya, kapitalisme adalah fitur utama dan
ekploitasi kapitalis dilakukan baik di dalam pertanian maupun industri.
Sekarang marilah kita melihat lebih jauh sifat-sifat ekonomi pertanian di
negara kita. Dari pembahasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa hampir
lebih dari separuh dari penduduk pedesaan telah berkurang ke tingkat petani
tak bertanah dan buruh tani. Secara bertahap mereka kehilangan lahannya,
sementara sebagian besar tanah di negara ini telah terkonsentrasi di tangan
segelintir orang. Di sisi lain sebagian besar masyarakat pedesaan bergeser ke
tingkat proletariat pedesaan. Ini adalah hukum yang tidak terelakkan dari
perkonomian kapitalis.
Kita
tahu bahwa negara kita menjalankan ekonomi kapitalis yang menjadi akar dari
eksploitasi. Entah di perkotaan ataupun di pedesaan, produksi dilakukan atas
dasar hubungan produksi kapitalis, yakni di satu pihak adalah pemilik modal
(atau pemilik alat produksi) dan di lain pihak adalah buruh yang bekerja
untuk upah. Dalam kata lain, kerja-upahan. Di pedesaan, kita juga melihat
hubungan kerja-upahan antara buruh tani dan pemilik lahan, baik itu lahan
perorangan maupun lahan agrobisnis.
Mari
sekarang kita periksa karakter ekonomi pedesaan. Apakah karakter ekonomi
pedesaan hari ini feodal, pemilik tanah menghasilkan sebagian besar untuk
konsumsi mereka sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, dan
mereka menjual sebagian dari produk ini di pasar lokal sesuai hukum dari
pasar lokal? Atau, apakah pemilik lahan menghasilkan produk menurut tuntutan
pasar nasional dan dunia? Selain itu, apakah harga hasil pertanian di desa
tetap dalam hukum pasar lokal, atau komoditas pertanian berubah menjadi
komoditas pasar nasional dan dunia hari ini?
Coba
nyalakan televisi, Anda dapat mengetahui bahwa hasil pertanian hari ini
dikendalikan oleh pasar saham, pasar grosir, dan pasar modal. Para pemilik
tanah menjual produk mereka di pasar-pasar raksasa ini, sesuai dengan harga
yang ditetapkan oleh mereka. Jadi, hari ini tanah juga berubah menjadi sarana
investasi modal selayaknya seperti pabrik.
Oleh
karena itu, semua ini – terkonsentrasinya sebagian besar tanah di
tangan segelintir orang, penurunan sebagian besar orang desa ke tingkat
proletar, transformasi negeri ini ke dalam alat investasi modal, produksi
pertanian terjadi atas dasar kerja-upahan dan transformasi hasil pertanian
menjadi komoditas pasar nasional dan dunia – menunjukkan bahwa ekonomi
pertanian Indonesia adalah ekonomi yang sepenuhnya kapitalis. Namun,
kapitalisme Indonesia mundur dan terbelakang. Kaum kapitalis Indonesia tidak
mandiri dan tidak progresif. Elit penguasa mabuk kebiasaan feodal. Namun, ada
yang menyangkal bahwa ekonomi pertanian negara kita adalah ekonomi kapitalis.
Mereka yang mengucapkan itu kurang mengerti bahwa kapitalisme membuat
terobosan terhadap ekonomi pertanian di negara terbelakang.
Pada
abad ke-18, ketika kapitalisme progresif, revolusi dunia berada pada tahap
revolusi borjuis (kapitalis). Kapitalisme membuat langkah melalui perjuangan
tanpa kompromi melawan feodalisme. Transformasi revolusioner produksi dan
industrialisasi dalam skala luas berlangsung atas dasar hubungan kapitalis.
Kapitalisme membuat terobosan ke pertanian dengan mekanisasi untuk pasokan
bahan baku, untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi dan menciptakan kerja
surplus dari mayoritas rakyat desa untuk diserap ke dalam industri. Tetapi di
era sekarang, ketika kapitalisme secara intensif menghadapi krisis, banyak
industri yang terpaksa tutup karena kalah bersaing. Ini menyebabkan
kembalinya momok pengangguran. Kapitalisme dan mesin negaranya tidak dapat
menyelamatkan situasi ini. Itulah sebabnya, di bawah sistem kapitalisme,
modernisasi sistem pertanian besar-besaran tidak dapat terwujud. Ini yang
dinamakan “konspirasi” kapitalis yang memaksa jutaan orang pedesaan dalam
keadaan kelaparan.
Kapitalisme
di negara kita dibesarkan di atas kompromi dengan feodalisme. Karena itu,
kita menjadi negara terbelakang, mabuk feodal dalam kebiasaan dan praktek
yang masih bertahan sebagai pencampuran hubungan dasar kapitalis dan
ekploitasi dalam proses produksi pertanian. Sama seperti kotoran bercampur
emas. Dalam situasi ini, orang yang menganjurkan memukul sisa-sisa feodal,
adalah mereka yang memohon untuk eksploitasi kapitalis, tidak peduli mereka
menggunakan retorika melawan borjuasi. Kita harus memahami masalah ini dengan
jelas. Kita harus menyadari bahwa, musuh utama dari perjuangan revolusioner
kaum buruh, petani dan elemen tertindas lainya adalah kaum borjuis.
Dari
setiap sudut kita menemukan bahwa dari tiga masalah dalam kehidupan petani,
salah satunya adalah penyediaan lapangan pekerjaan bagi kelebihan penduduk yang
jumlahnya bertambah setiap hari. Masalah lain juga menyangkut memodernisasi
dan mekanisasi pertanian. Dan solusi atas kedua masalah dasar ini tak
terpisahkan dan terkait erat dengan revolusi industri yang membuka pintu
untuk pengembangan industri tanpa hambatan. Dan kemajuan industri tanpa
hambatan hanya dapat dicapai ketika kita dapat terbebas dari hubungan
produksi kapitalis, menggulingkan sistem kapitalisme dan negaranya dengan
kekuatan revolusi sosialis.
Jadi,
demi kemajuan untuk mengakhiri penderitaan buruh tani dan petani miskin,
serta menghilangkan kegelapan dari kehidupan pedesaan, modernisasi dan
mekanisasi pertanian adalah kebutuhan. Tetapi dalam situasi saat ini, hal ini
tidak dapat dicapai di bawah sistem kapitalisme. Jika dicoba, bagian yang sangat
luas dari buruh tani dan tani miskin akan terlempar menganggur dalam sekali
pukul. Oleh sebab itu, demi kelangsungan hidup dan kepentingan buruh tani,
petani tak bertanah, petani miskin, semua harus bersatu tanpa ditunda lagi
dan bergabung dengan proletariat industri untuk terlibat dalam menyelesaikan
tugas revolusi sosialis. Mereka harus mempersiapkan diri untuk menggantikan
kapitalisme, karena dengan menggulingkannya akan menjamin kemajuan industri
tanpa hambatan. Modernisasi dan mekanisasi pertanian akan dimungkinkan, yang
lalu akan menyelesaikan masalah kemiskinan dan kelangkaan pekerjaan di
pedesaan.
|
SALAM DEMOKRASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar